Legowo dan Realistis

Dalam menjalani kehidupan seyogyanya kita sadar tentang realita kehidupan, tentang apa yang kita hadapi sekarang ini, tentang kenyataan pahitnya hidup dan memang tidak bisa dipungkiri setiap kita pasti mengalami hal yang demikian, sebagian di antara kita dapat dengan mudah melupakan dan membungkusnya dengan rapih kemudian ia tenggelamkan bersama memori kelam lainnya di dalam ruang yang seakan-akan ia sendiri tidak kenal, tapi mungkin tidak bagi sebagian orang yang tidak dengan mudah melupakan pengalaman pahit.

Tapi kumohon, sudahlah, idak sewajarnya kita selalu terbuai oleh masa-masa yang sudah kelam, selalu memikirkan hal yang usang menurutku adalah pekerjaan sia-sia belaka, ya lebih tepatnya seperti tingkah bayi yang hendak menjadikan air terjun sebagai tombak, kalau pun kita berbicara tentang wacana menghindari kejadian buruk untuk kedua kalinya atau dalam artian lain tidak terjatuh pada lubang yang sama itu sah-sah saja toh itu kan pijakan dasar dalam spirit sosial sebagai antisipasi kejadian buruk sedini mungkin.

Kekelaman sejarah bukan jalan alternatif menuju senyum dikemudian hari, justru dengan mengungkit-ungkit kelamnya sejarah, senyum dan kegetiran disadari atau tidak akan menjadi bumerang bagi pemegangnya, perlu diketahui sejarah kelam hanya berfungsi sebagai lampu petunjuk jalan menuju masa depan agar tidak terjerumus pada hal yang serupa, dan tidak untuk lainnya.

Maka dari itu sudahlah, songsong dunia baru bersama orang-orang baru yang mencoba mengajakmu berlari dan tertawa lepas. Tidak mudah memang berlari ketika kaki baru saja terlepas dari pasungan, tapi sekali lagi diam dan berenang dikubangan kesedihan bukanlah solusi.

Cobalah mengerti, kita manusia, makhluk individualis yang membutuhkan sesuatu dari yang lainnya, simbiosis mutualisme mesti dan selalu berjalan secara berkesinambungan. Membagi-bagi kegetiran secara vertikal bukanlah tindakan terpuji, dengan cara ini siapapun mereka yang dekat denganmu kelak akan merasakan kegetiran yang sama terus turun-temurun.

Sudahlah, biarkan ia terbang dan memilih arahnya sendiri, ia bukan milikmu dan bukan hakmu lagi, tapi kalaupun engkau tetap bersikeras dengan argumen bahwa kau tak dapat lari dari pasungan sejarah kelammu, maka pergi dan tangkaplah ia, kesempatan masih ada dengan catatan kau mesti sanggup mengejarnya, dan menghindari duri yang lambat laun akan menusuk jantungmu.

Tidak ada komentar: